Pemilu
Rilisnya film dokumenter Dirty Vote di hari pertama masa tenang kampanye dengan cepat mencuri perhatian publik. Salah satu bahasan yang mengundang banyak perhatian adalah adanya dugaan kecurangan atas lolosnya Partai Gelora ke Pemilu.
Seperti apa yang sudah diketahui oleh masyarakat, Partai Gelombang Rakyat Indonesia (Gelora Indonesia) merupakan salah satu partai politik yang eligible untuk berpartisipasi dalam pemilu 2024. Hanya saja muncul pertanyaan, apakah benar jika parpol ini eligible?
Pakar Tata Hukum Negara Curiga Ada Kejanggalan dalam Lolosnya Partai Gelora
Pada dasarnya, Partai Gelora adalah partai yang baru memulai perjalanan politiknya pada tahun 2019 silam, tepatnya pada 28 Oktober 2019. Jadi, partai politik yang satu ini memang termasuk parpol baru, dan ini adalah kali pertama mereka bertarung di pemilu.
Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta adalah salah satu dari 99 orang pertama yang mendirikan partai politik ini. Karena Anis merupakan mantan Ketua Umum PKS (Partai Keadilan Sejahtera), tidak heran jika ada banyak anggotanya yang berasal dari sana.
Jika menilik dari status legalitasnya, Partai Gelombang Rakyat memang sudah resmi sebagai badan hukum sejak 2 Juni 2020 silam. Hanya saja, resmi secara hukum bukan berarti partai tersebut bisa dengan bebas melenggang dan ikut bertarung di pemilu.
Hal inilah yang disebutkan oleh pakar hukum tata negara, Zainal Arifin Mochtar dalam film Dirty Vote. Menurutnya, ada kejanggalan dalam lolosnya Partai Gelora ke pemilu 2024. Sebab, data yang ada di lapangan berbeda 180 derajat dari yang ada di KPU.
Berdasarkan peraturan, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh partai politik agar bisa ikut berkompetisi di Pemilu tanggal 14 Februari nanti. Salah satunya yaitu ada minimal 1.000 kader yang memegang kartu tanda anggota partai per kabupaten atau kota.
Dari sinilah kejanggalan Partai Gelora lolos Pemilu tercium. Sebab, berdasarkan sampel Uji Petik terhadap 114 kartu tanda anggota Partai Gelombang Rakyat, hanya ada 85 orang saja yang terverifikasi punya kartu tanda anggota, sedangkan yang lain tidak.
“Seharusnya Partai Gelombang Rakyat Indonesia tidak lolos tahap verifikasi, namun ajaibnya mereka bisa lolos,” ucap Zainal.
Zainal Arifin Mochtar: Lolosnya Partai Gelombang Rakyat Indonesia Adalah Strategi untuk Memenangkan 02
Berkaitan dengan Partai Gelora lolos ke Pemilu 2024, Zainal mengungkapkan jika ini adalah satu satu strategi agar pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02 bisa menang. Sebab, sebagian besar anggota partai ini adalah mantan anggota PKS.
Pada pemilu tahun ini, PKS berada di dalam koalisi parpol untuk pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar. Sedangkan koalisi Partai Gelora ada di kubu 02, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming.
“Ini tujuannya untuk memecah suara di Partai Keadilan Sejahtera, yang selama ini terkenal sebagai pemilih paling militan,” ungkap Zainal.
Menurutnya Zainal, ini merupakan teknik shadowing yang umum digunakan untuk memecah suara politik dengan membuat partai politik bayangan. Sebenarnya hal ini sah sah saja, namun harus dilakukan secara adil. Sayangnya, ada dugaan kecurangan di sini.
Sebagai informasi, ada banyak mantan elite PKS lain yang kini bergabung bersama dengan Partai Gelombang Rakyat selain Anis Matta. Beberapa di antaranya yaitu Achmad Rilyadi, Fahri Hamzah, Mahfudz Siddiq, Rofi Munawar, beberapa elite yang lainnya.
Fahri Hamzah: Ada yang Takut dan Kepanasan Karena Gelora Terlalu Kuat
Tepat setelah Partai Gelora di film Dirty Vote menjadi perbincangan publik, Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat Indonesia Fahri Hamzah pun angkat suara akan hal ini. Dalam cuitannya di akun X (Twitter) pribadinya, Fahri curhat tentang partainya.
Fahri bertanya-tanya mengapa orang tidak suka akan partainya, padahal dia dan semua anggota partainya ingin mengubah Indonesia menjadi negara kuat dan maju. Menurutnya, hal ini bisa dicapai dengan bergabungnya kekuatan Prabowo Subianto dan Joko Widodo.
“Pak Jokowi dan Pak Prabowo udah bergabung dan jadi lebih kuat, jadi ada orang yang ingin mereka berantem terus,” ungkapnya.
Fahri berpendapat jika ini adalah cobaan dari orang-orang yang takut akan adanya kekuatan yang sebesar itu. Berdasarkan pendapatnya, ini adalah ulah dari orang yang kepanasan melihat Partai Gelombang Rakyat bisa ikut serta dalam catur politik nasional.
Daripada ambil pusing menanggapi apa yang tergambar dalam film dokumenter tersebut, Fahri hanya meminta masyarakat Indonesia untuk berdoa agar partainya bisa masuk ke kursi parlemen. Dengan begitu, mereka bisa berusaha untuk kepentingan rakyat.
Sebab, Fahri menilai jika Partai Gelora bisa memberikan ambisi yang kuat kepada masyarakat Indonesia. Meskipun begitu, peraturan tetap peraturan, jadi jika partai tersebut tidak lolos verifikasi seharusnya mereka tak boleh ikut berpartisipasi dalam pemilu tahun ini.