Ketikmedia.com – Waduh, apakah betul nasib honorer terancam efisiensi anggaran 2025? Lantas bagaimana dengan pegawai kontrak yang bekerja di berbagai instansi pemerintahan? Apakah mereka juga akan mengalami putus kontrak secara massal alias PHK?
Di tengah isu mengenai pemangkasan anggaran di berbagai kementrian, tak sedikit pegawai pemerintah di level bawah yang turut kebingungan. Mereka mempertanyakan nasibnya di tengah usaha Presiden Prabowo Subianto dan jajaran kabinetnya melakukan penghematan terhadap APBN maupun APBD.
Apalagi, belum lama ini muncul pengakuan beberapa karyawan RRI yang sudah mengalami pemutusan hubungan kerja. Sebagaimana lembaga yang lain, RRI atau Radio Republik Indonesia juga sedang menghadapi isu PHK sebagai salah satu upaya efisiensi belanja honorarium.
Apa Tujuan Efisiensi Anggaran?
Bukan tanpa alasan Presiden Prabowo Subianto menginstruksikan jajaran pemerintahannya untuk melakukan penghematan belanja. Secara khusus, ia menyebut bahwa program efisiensi APBN dan APBD bertujuan untuk menghilangkan kegiatan yang tidak strategis atau kurang bermanfaat bagi masyarakat luas. Tujuan utama dari langkah ini adalah untuk memastikan bahwa anggaran negara termanfaatkan dengan baik. Utamanya untuk program-program utama pemerintah seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) hingga hilirisasi ekonomi.
Prof. Wahyudi Kumorotom, Guru Besar UGM mengapresiasi langkah tegas pemerintah tersebut. Namun, ia mengingatkan bahwa implementasi efisiensi ini tidaklah mudah. Di sisi lain, Bhima Yudhistira selaku direktur Celios menyatakan bahwa efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah bisa berdampak pada menurunnya kualitas layanan publik. Lebih lanjut, ia juga menyatakan bahwa efisiensi tersebut bisa membuat pertumbuhan ekonomi hanya 4,7% pada tahun 2025.
Nasib Tenaga Honorer Terancam di Tengah Efisiensi Anggaran?
Lantas bagaimana nasib honorer di tengah wacana penghematan anggaran ini? Isu mengenai penghematan belanja negara tak pelak menyebabkan banyak tenaga honorer dan kontrak khawatir. Apalagi pada Inpres No 1 Tahun 2025 memang tertulis perintah untuk menghemat belanja honorarium bagi kepala daerah di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
Beberapa waktu lalu, pemerintah sebetulnya sempat menegaskan komitmennya untuk menghindari pemutusan hubungan kerja massal dan memastikan tidak ada pengurangan pendapatan bagi tenaga honorer. Namun, meskipun ada janji tersebut, banyak tenaga honorer yang masih merasa cemas mengenai masa depan mereka. Kekhawatiran utama tenaga HR mencakup kemungkinan pengurangan gaji hingga kehilangan pekerjaan akibat pemutusan hubungan kerja seperti yang telah dialami karyawan RRI.
Gaji Honorer Berkurang Akibat Efisiensi Anggaran?
Masih menurut Inpres No 1 Tahun 2025 poin keempat, tertulis bahwa pembatasan belanja honorarium akan dilakukan melalui pembatasan jumlah tim dan besaran honorarium. Tidak ada pernyataan eksplisit bahwa presiden menginstruksikan pemerintah daerah untuk langsung mengurangi upah tenaga honorer dan mem-PHK tenaga lepas. Namun yang jelas, potensi pemerintah menaikkan gaji HR dan tenaga non ASN lainnya menjadi sangat kecil. Begitu juga dengan gaji untuk PPPK paruh waktu dan pekerja kontrak lainnya.
Untuk guru honorer, Presiden Prabowo sebetulnya sempat menyatakan akan meningkatkan tunjangan profesi menjadi 2 juta rupiah pada hari guru tahun 2024 lalu. Namun hanya guru honorer yang sudah lulus sertifikasi saja yang berhak atas kenaikan tunjangan tersebut. Pun hingga hari ini, belum ada kelanjutan mengenai wacana tersebut.
Honorer Terancam PHK karena karena Efisiensi Anggaran
Program penghematan anggaran, sayangnya memang bisa berimbas pada pemutusan kontrak kerja bagi mereka yang bekerja di instansi pemerintahan. Selain itu, pemerintah juga tidak akan menambah pegawai non ASN, baik itu guru honorer maupun tenaga kontrak teknis.
Bagaimana dengan wacana pengangkatan PPPK paruh waktu? Untuk PPPK paruh waktu, pemerintah hanya akan mengambil tenaga honorer yang telah lolos seleksi administrasi rekrutmen CPNS dan PPPK. Negara tidak akan membuka rekrutmen baru sebagaimana seleksi CASN 2024.
Dampak Efisiensi Anggaran pada Pelayanan Publik
Tak hanya menyebabkan nasib honorer terancam, implementasi efisiensi anggaran juga bisa berdampak buruk pada kualitas pelayanan publik. Beberapa program penghematan seperti pemangkasan budget perjalanan dinas dan studi banding memang mendapat pujian dari berbagai kalangan.
Namun di sisi lain, akan ada potensi yang cukup serius ketika penghematan anggaran langsung menyasar tenaga pemerintahan yang bersinggungan langsung dengan masyarakat, seperti honorer. Pemangkasan guru honorer, misalnya, jelas bisa berimbas buruk bagi para siswa. Apalagi di daerah pelosok, tak sedikit sekolah yang sangat bergantung pada tenaga HR.
Hingga tahun ini, jumlah tenaga HR sendiri memang masih sangat banyak. Berdasarkan data terbaru, terdapat 2,3 juta tenaga HR, dengan mayoritas bekerja di pemerintah daerah dan berprofesi sebagai guru. Lebih lanjut, laporan dari DPR bahkan mengungkapkan adanya tambahan 3,38 juta tenaga honorer yang belum terdata sebelumnya, sehingga totalnya mencapai 5,6 juta orang.
Pada akhirnya, berkurangnya jumlah dan tingkat kesejahteraan tenaga HR sebagai dampak dari efisiensi anggaran pasti akan menurunkan kualitas layanan terhadap warga. Sebab merekalah memberikan pelayanan publik dalam kehidupan sehari-hari.