ASN Bisa WFA, Ini Isi PermenpanRB No 4 Tahun 2025

PermanpanRB No 4 Tahun 2025

Ketikmedia.com – Permenpan RB No 4 Tahun 2025 mengatur tentang fleksibilitas kerja bagi Aparatur Sipil Negara (ASN), termasuk penerapan skema Work From Anywhere (WFA). Peraturan ini menjadi dasar hukum bagi PNS untuk bisa bekerja di luar kantor, baik dari rumah maupun lokasi lain, selama pekerjaan tetap bisa dilakukan secara efektif. Aturan ini menekankan pada hasil kerja, kolaborasi digital, serta pemanfaatan teknologi untuk memastikan kinerja tetap optimal meskipun dilakukan dari jarak jauh.

Dalam peraturan tersebut, dijelaskan pula kriteria jabatan yang dapat menerapkan WFA, standar penilaian kinerja berbasis output, serta mekanisme pengawasan dan pelaporan secara daring. Permenpan RB No 4 Tahun 2025 diharapkan dapat mendorong budaya kerja modern di lingkungan pemerintahan dan meningkatkan efisiensi birokrasi melalui digitalisasi dan fleksibilitas waktu kerja.

Dasar Hukum dan Tujuan Fleksibilitas Kerja

Meski merupakan peraturan baru, PermenpanRB No 4 tahun 2025 sebetulnya hanya merupakan tindak lanjut dari Perpres No 21 Tahun 2023 tentang Hari dan Jam Kerja Instansi Pemerintah dan Pegawai ASN. Melalui kebijakan baru ini, ASN boleh melaksanakan tugas kedinasan dari lokasi selain kantor utama, seperti rumah.

Pemerintah menyebut bahwa skema terkait merupakan bagian dari upaya penciptaan fleksibilitas kerja, yaitu metode kerja berbasis lokasi dan waktu. Salah satu tujuannya adalah untuk mendorong birokrasi yang lebih adaptif, responsif, manusiawi, namun tetap berkualitas dan efisien.

Baca Juga:  Dikritik Netizen, ASN Jakarta Naik Transum Cuma Selfie Lalu Pergi

Jenis Fleksibilitas Kerja menurut Isi PermenpanRB No 4 Tahun 2025

Secara spesifik, aturan mengenai fleksibilitas kerja mencakup hal-hal di bawah ini.

Fleksibel secara Lokasi

PNS bisa bekerja secara fleksibel dari lokasi di luar kantor. Mereka bisa bekerja dari rumah atau di lokasi lain sesuai kebutuhan organisasi. Kantor selain lokasi penempatan bisa berupa kantor utama, kantor vertikal, kantor unit pelaksana teknis, atau kantor lainnya pada Instansi Pusat atau Daerah.

Fleksibilitas ini maksimal diterapkan selama 2 hari kerja dalam 1 minggu. Pengecualian berlaku untuk Pegawai ASN yang job desc dan tugasnya harus berlangsung di area spesifik, atau memiliki keadaan khusus.

PPK atau pimpinan instansi akan menjadi pihak yang menetapkan persentase jumlah Pegawai ASN yang boleh melaksanakan fleksibilitas kerja secara lokasi. Sementara Pimpinan Unit Organisasi akan mempertimbangkan kesiapan sarana dan prasarana penunjangnya.

Fleksibel secara Waktu

Pelaksanaan tugas kedinasan menurut isi PermenpanRB No 4 Tahun 2025 juga meliputi fleksibilitas waktu. PNS bisa menggunakan sistem sif atau dinamis. Sistem sif adalah pelaksanaan kerja Pegawai ASN secara bergantian melalui pembagian jam kerja pada Unit Organisasi tertentu.

Adapun, fleksibilitas Kerja dinamis adalah penyesuaian waktu kerja dengan kebutuhan pencapaian target dalam 1 minggu. Rincinya, skema ini terdiri dari:

  1. Jam Kerja Fleksibel: Penyesuaian jam masuk dan jam pulang dengan tidak kaku.
  2. Pemadatan Hari Kerja: Penambahan jam kerja untuk mengurangi jumlah hari kerja dalam 7 hari.
  3. Pengganti Hari Libur: PNS yang telah bekerja selama 7 hari berturut-turut bisa mendapatkan hari libur pengganti.
  4. Penyesuaian Jam Masuk dan Jam Pulang: Memungkinkan Pegawai ASN untuk menyesuaikan jam masuk dan pulang dengan memperhatikan akumulasi kerja harian.
  5. Kombinasi Fleksibilitas Kerja: Fleksibilitas Kerja berdasarkan waktu dapat dikombinasikan dengan fleksibel secara lokasi untuk tugas-tugas tertentu.
Baca Juga:  Catat Jadwal Seleksi PPPK 2024 Lengkap untuk Semua Pelamar!

Siapa yang Berhak atas Mekanisme WFA PNS?

Tidak semua PNS dan PPPK bisa menerapkan fleksibilitas kerja dengan sistem WFA. Dalam regulasi ini, tertulis bahwa ASN yang sedang menjalani hukuman disiplin atau baru saja mendapat promosi hingga mutasi tidak boleh mengajukan skema fleksibelitas waktu maupun tempat. Selain itu, kebijakan ini juga tak berlaku bagi beberapa ASN seperti TNI, Polri, hingga perwakilan diplomatik luar negeri.

Mekanisme Penerapan PermenpanRB No 4 Tahun 2025

Sebagaimana tertulis di atas, implementasi Fleksibilitas Kerja menurut isi PermenpanRB Nomor 4 mengacu pada penetapan PPK atau pimpinan instansi sesuai dengan kebutuhan di lapangan. Pimpinan Unit Organisasi bertanggung jawab mengatur penjadwalan fleksibilitas kerja bagi Pegawai ASN di bawah koordinasinya, dan dapat meninjau kembali penerapannya.

Pegawai ASN sendiri juga dapat mengajukan WFA dengan pertimbangan keadaan khusus dengan menyertakan bukti pendukung. Evaluasi setiap pelaksanaan fleksibilitas kerja nantinya dilakukan paling sedikit 1 kali dalam 6 bulan. Indikator yang akan PPK nilai antara lain adalah:

  1. Hasil kinerja organisasi
  2. Performa kinerja Pegawai ASN terkait
  3. Kedisiplinan dan kualitas hidup pasca penerapan fleksibilitas kerja

Reaksi atas WFA PNS menurut PermenpanRB No 4 Tahun 2025

Penerbitan aturan WFA PermenpanRB Nomor 4 mendapat sambutan yang cukup beragam di masyarakat. Komisi II DPR menyarankan agar pelaksanaan fleksibilitas kerja dilakukan secara hati-hati agar tidak menurunkan kualitas layanan publik. Netizen pun mencemaskan hal yang sama karena takut pelayanan di berbagai sektor mengalami penurunan kualitas.

Sejumlah pemerintah daerah sendiri saat ini sudah mulai mengadopsi regulasi tersebut secara bertahap. Di Surabaya, misalnya, para lurah dan camat bahkan sudah menyiapkan rencana penerapan WFA terbatas, sambil memperkuat infrastruktur sistem pelaporan kinerja dan presensi elektronik.

Baca Juga:  Apa Iya Gaji PPPK Paruh Waktu Sampai 5 Juta Rupiah?

Secara umum, penerbitan peraturan menteri mengenai WFA PNS merupakan bagian dari upaya negara untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih manusiawi. Diharapkan, kebijakan ini mampu mendongkrak semangat kerja ASN dan meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat.

Namun, karena PermenPANRB Nomor 4 Tahun 2025 masih tergolong sebagai aturan baru, tentu pemerintah harus melakukan pengawasan ekstra ketat. Jangan sampai kekhawatiran Komisi II DPR dan warga akan penurunan kualitas layanan menjadi kenyataan.