Putusan MK Pilpres: Ada Dissenting Opinion Pertama dalam Sejarah

putusan MK Pilpres

Mahkamah Konstitusi (MK) pada akhirnya membacakan putusan mengenai gugatan hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) pada hari Senin, 22 April 2024. Berdasarkan putusan MK Pilpres, semua gugatan dari capres cawapres nomor urut 01 dan 03 sama-sama ditolak.

Putusan ini berkaitan dengan gugatan hasil Pilpres 2024 karena ada anggapan bahwa capres cawapres nomor urut 02 melakukan kecurangan sistematik. Namun, Mahkamah Konstitusi memutuskan jika kecurangan ini tidak terjadi karena kurang kuatnya bukti yang ada.

Kecurangan Berupa Abuse of Power dan Bawaslu yang Tidak Netral

Pada siaran live putusan MK Pilpres 2024, para hakim membacakan dalil-dalil yang menjadi gugatan dari capres 01, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar. Selain itu, mereka juga membacakan gugatan dari capres cawapres 02, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD.

Secara garis besar, isi gugatan kedua kubu itu sama, yaitu abuse of power dari Pemerintah Pusat dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang tidak netral. Hal ini merupakan kecurangan sistematis karena hanya menguntungkan satu pihak, yaitu kubu 02.

Joko Widodo, yang masih menduduki jabatan sebagai Presiden Indonesia, malah ikut kampanye tanpa mengambil cuti sama sekali. Bahkan, ada anggapan abuse of power dalam bentuk penyaluran bansos dari APBN untuk memenangkan pasangan tertentu.

Kecurangan Pemilu 2024 tidak hanya sampai itu saja karena ada anggapan bahwa pemerintah daerah mendapatkan tekanan untuk memenangkan paslon 02 dari pemerintah pusat. Pemda dan kepala desa mendapat ancaman jika paslon 02 tidak menang.

Abuse of power juga terlihat dari ketika Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden dari Prabowo Subianto. Hal ini karena usia Gibran yang tadinya belum memenuhi syarat, namun akhirnya dia bisa mencalonkan diri saat syaratnya sudah mengalami perubahan. 

Baca Juga:  Dua Orang PNS di Tana Toraja Lakukan Tindak Pidana Pemilu

Terakhir, capres cawapres nomor urut 01 dan 03 juga menganggap jika Bawaslu tidak netral dan berusaha untuk membuat capres cawapres nomor urut 02 menang di sekali putaran. Padahal, seharusnya pihak tersebut tidak menunjukkan keberpihakan ke paslon tertentu. 

Putusan MK: Semua Dalil Gugatan Tidak Berdasar

Pasca pembacaan putusan MK Pilpres, masyarakat pun jelas penasaran mengenai hasilnya. Ternyata, berdasarkan pada hasil putusan MK tentang Pemilu, semua dalil gugatan dari pihak capres cawapres nomor urut 01 maupun nomor urut 03 mendapat penolakan. 

Ketika membacakan hasil putusan MK Pilpres, hakim berpendapat bahwa tidak ada dasar hukum yang jelas mengenai hal-hal yang menjadi gugatan. Karena itu, tidak ada satupun gugatan capres cawapres nomor urut 01 dan 03 yang mendapatkan respon positif oleh MK. 

“Anggapan nepotisme tidak beralasan menurut hukum, pun begitu dengan abuse of power yang terkoordinasi di TNI, Kementerian, dan perangkat desa,” ucap hakim konstitusi ketika membacakan hasil putusan MK Pilpres 2024.

Karena kurangnya bukti bahwa semua tindak kecurangan tersebut ilegal menurut hukum, hakim konstitusi pun menolak gugatan dari paslon 01 dan 03. Jadi, tidak akan ada penganuliran hasil Pilpres 2024 dan tidak ada Pemilu ulang karena hasilnya sudah final.

Ada Dissenting Opinion dari Tiga Hakim Konstitusi: Pertama Kalinya dalam Sejarah Gugatan Pilpres 

Pada dasarnya, ini bukan merupakan gugatan Pilpres pertama dalam sejarah Indonesia. Sebab, sejak Pilpres selama masa reformasi, Mahkamah Konstitusi selalu mendapatkan gugatan yang sama. Namun, kali ini ada yang berbeda dari kasusnya.

Biasanya, semua hakim konstitusi satu suara dalam membacakan hasil putusan gugatan Pilpres, sebab ini menyangkut jabatan seseorang. Hanya saja, pada kasus kali ini ada tiga hakim konstitusi yang menyatakan ada perbedaan pendapat atau dissenting opinion.

Ketiga hakim tersebut adalah Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Arief Hidayat. Saldi mengatakan bahwa Pemilu harusnya punya aspek kesetaraan, sehingga semua peserta harus ada di level yang sama. Jadi, asas jujur dan adil dalam Pemilu harusnya lebih lebar lagi.

Baca Juga:  Sidang Pertama Gugatan MK Pilpres Siap Dilaksanakan 27 Maret

“Bukan hanya jujur dan adil secara prosedural saja, namun seharusnya juga mencakup kejujuran dan keadilan yang substantif. Jika hanya sebatas mengikuti prosedur yang ada, Pemilu yang jujur dan adil tidak akan pernah tercipta,” ungkap Saldi.

Hal ini juga terjadi ketika Orde Baru (Orba), mereka melakukan Pemilu yang sesuai prosedur namun ada banyak sekali kecurangan dalam pelaksanaannya. Ada keberpihakan pemerintah hingga nihilnya ruang kontestasi adil bagi peserta Pemilu yang lain. 

Saldi menambahkan jika seharusnya MK tidak boleh mau terbatas oleh angka semata karena hal ini akan membuat kedudukan Mahkamah Konstitusi terlihat lemah dan rendah. Padahal, selain angka dan statistik, ada fakta lapangan yang perlu mendapatkan perhatian.

Dissenting opinion ini berkaitan dengan dua hal, yaitu keberpihakan Pemerintah Pusat yang menyalurkan bansos untuk kemenangan paslon nomor urut 02 dan keterlibatan pemerintah daerah. Maka dari itu, gugatan Pilpres sebenarnya beralasan menurut hukum. 

Pasca putusan MK Pilpres, ada banyak masyarakat yang turun ke jalan dan melakukan demonstrasi untuk menuntut keadilan karena ada banyak bukti soal kecurangan Pilpres yang ditolak MK.