Ketik Media, Berita – Sistem Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada di Indonesia sejatinya bersumber dari nilai Pancasila. Baik sistem Pilkada terdahulu maupun sistem Pilkada yang saat ini sedang berjalan. Mungkin yang berbeda hanya cara pemilihannya saja.

Sosok Willy Aditya sebagai penyampai pernyataan ini kepada awak media Kamis pagi di Jakarta. (19/12).
Ketua Komisi XIII Dewan Perwakilan Rakyat RI ini menyatakan kalau Pemilukada di Indonesia sudah sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Baik Pemilukada yang sistem pemilihannya secara langsung oleh rakyat maupun yang melalui sistem perwakilan.
“Menurut hemat saya, sistem Pilkada kita sudah bersumber dari nilai an sich Pancasila. Termasuk pemilihan yang dulu. Itu kan menggunakan sistem Demokrasi Pancasila sekalipun sistemnya tertutup. Nah, sekarang yang katanya sangat liberal, sistem pemilihan kita juga tidak keluar dari alam Pancasila”, ungkap Willy kepada insan media.
Demokrasi Indonesia Kedepankan Nilai Pancasila bukan Demokrasi Gontok Gontokan
Memang sangat sulit untuk merumuskan sebuah sistem Pilkada yang murni lahir dari pemikiran Pancasilais sejati. Sekalipun banyak sekali sosok insan idealis di Indonesia jaman dulu yang memungkinkan untuk membuat rumusan semacam itu. Termasuk salah satunya Bung Karno.
Willy Aditya selaku Ketua Komisi XIII DPR RI mengamini pernyataan tersebut. Menurutnya, Indonesia memang masih belum menemukan rumusan Pilkada yang lebih Pancasilais daripada sistem yang sedang berjalan. Cuma menurut Willy, Presiden Bung Karno lah yang mencoba merumuskan Pilkada dan nilai Pancasila secara sederhana supaya tidak muncul demokrasi gontok-gontokan.
“Kalau kita buka kembali Pidato 1 Juni Bung Karno, beliau menolak yang namanya demokrasi gontok-gontokan. Makanya Bung Karno lebih memilih sistem musyawarah mufakat karena dianggap sudah cukup Pancasilais di waktu itu”, ungkap Willy selanjutnya.
Rumusan Sistem Pilkada Baru Harus Sesuai Riset Terpadu
Menurut Willy, Pemerintah harus tegas menentukan sistem Pilkada yang mana yang akan digunakan. Apakah masih bertahan dengan sistem pemilihan langsung seperti saat ini atau kembali ke pemilihan tidak langsung seperti masa Orde Baru. Ia juga menyampaikan kalau keduanya tetap termasuk ke dalam iklim demokrasi yang bernilai Pancasila.
Di kesempatan tersebut Ketua Komisi XIII DPR RI ini juga menyampaikan pentingnya sebuah riset terpadu sebelum mengubah tatanan Pilkada. Paling tidak, harus ada penelitian intensif tentang pentingnya perubahan sistem Pilkada dan kaitannya dengan kebutuhan bangsa di masa yang akan datang.
“Kalau hemat saya tidak ada masalah sistem Pilkada akan dirubah yang penting memang sesuai dengan kebutuhan Bangsa Indonesia yang akan datang. Makanya, sebelum dilakukan perubahan, ya lakukan riset intensif dulu”, Pungkas Willy Aditya.
FISIP Harus Gelar Survey dan Diskusi Sistem Pemilukada
Seluruh perguruan tinggi di Indonesia terutama Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) untuk segera melakukan riset dan survey terkait kemungkinan munculnya pembahasan perubahan sistem Pilkada di Indonesia. Tentunya pemerintah dan DPR bisa menjadikan hasil riset tersebut sebagai acuan pembahasan terkait regulasi dan mungkin juga putusan kebijakannya.
Pernyataan ini juga tersurat dari ujaran Willy Aditya. Menurutnya semua pihak harus menggelar survey termasuk pihak FISIP. Ia juga meminta agar sistem pemilu ke depan bisa masuk ke dalam kerangka pembahasan akademik dan riset yang serius.
“Kita kan empat tahun tidak ada pemilu, ya itu dimanfaatkan oleh FISIP dan pihak terkait untuk melakukan riset. Negara maju itu berkembang karena riset loh. Jadi, kesempatannya masih sangat banyak. Tapi harus serius biar kita tidak menyesal nantinya”, tutup Willy.
Apapun hasilnya ke depan, sistem Pilkada Indonesia harus tetap berpatokan pada nilai Pancasila. Baik Pilkada secara langsung maupun dengan Pilkada sistem perwakilan. (Ags)