Menilik Fakta Masuknya Muhammadiyah di Tana Toraja

Muhammadiyah di Tana Toraja

Sebagai salah satu organisasi masyarakat (ormas) yang cukup besar di Indonesia, ajaran Muhammadiyah kini telah tersebar di mana-mana. Hal ini juga berlaku di Indonesia bagian timur, terbukti dengan adanya organisasi Muhammadiyah di Tana Toraja. 

Meskipun sebagian besar masyarakat yang tinggal di Tana Toraja memeluk agama Kristen, namun tidak sedikit juga warga muslim di sana, termasuk para umat Muhammadiyah. Karena itu, mari kita ulik bagaimana ormas ini bisa masuk ke daerah Tana Toraja!

Sejarah Masuknya Muhammadiyah ke Sulawesi Selatan

Sebelum organisasi Muhammadiyah di Tana Toraja mulai berkembang, ormas yang satu ini terlebih dahulu masuk ke Sulawesi Selatan, lebih tepatnya di Kota Makassar. Gerakan Muhammadiyah masuk ke Sulawesi Selatan pada tahun 1926 silam.

Tidak lama setelah berdiri, para penggiat Muhammadiyah pun mulai memperluas gerakan dakwah mereka ke daerah lain di Sulawesi Selatan, salah satunya adalah di daerah Sengkang. Muhammadiyah Groep Sengkang mulai berdiri dengan struktur organisasi lengkap.

Pada saat itu, Andi Djurangga naik sebagai Wakil Ketua Muhammadiyah Groep Sengkang. Di saat yang bersamaan Anda juga merupakan seorang bangsawan dari Luwu. Dia adalah orang yang membawa gerakan dakwah Islam ini masuk ke Palopo dan Tana Toraja.

Hal ini karena pada saat itu Tana Toraja masih berada di bawah pemerintahan Kerajaan Luwu, Sulawesi Selatan. Jadi, pengaruh kerajaan tersebut masih kuat ketika ormas tersebut masuk ke Luwu, khususnya setelah Muhammadiyah Groep Palopo berdiri.

Penting untuk Anda catat jika organisasi Muhammadiyah Groep Palopo berdiri pada tahun 1928, hanya berselang 2 tahun setelah pendirian organisasi yang ada di Makassar. Di tahun yang sama, organisasi Aisyiyah Palopo pun berdiri tidak lama setelahnya. 

Baca Juga:  Puncak Dipomelo Pindan, Wisata Terbaru Di Toraja Utara

Setelah Muhammadiyah Palopo terbentuk, mereka mulai melebarkan sayap organisasi ke luar Kabupaten Luwu. Pada saat itulah Muhammadiyah Groep Makale dan juga Rantepao, yang menandakan berdirinya organisasi Muhammadiyah di Tana Toraja dan Toraja Utara. 

Perkembangan Dakwah Muhammadiyah di Tana Toraja

Pendirian organisasi Muhammadiyah di Tana Toraja tidak berjalan secara instan setelah organisasi di Palopo resmi berdiri. Setidaknya, butuh waktu kurang lebih tujuh tahun sebelum cabang organisasi masyarakat Islam satu ini berdiri di Tana Toraja.

Sesuai dengan catatan sejarah, organisasi Muhammadiyah berdiri di Tana Toraja pada tahun 1935. Pada saat itu, salah satu pengurus Muhammadiyah Groep Palopo bernama Abdul Gani lah yang mulai masuk ke Tana Toraja dan mulai berdakwah di sana. 

Abdul Gani tidak sendiri, namun dia ditemani oleh S. Machmud yang sedang bertugas sebagai seorang guru di Sekolah Muhammadiyah Palopo. Tak lama setelah kedatangan keduanya, organisasi pun mulai berdiri dan S. Mahmud pun maju sebagai ketua. 

Sejarah masuknya organisasi ini di Tana Toraja ternyata tidak berhenti sampai di sana. Setelah organisasi berhasil berdiri, para pelopor Muhammadiyah pun mulai berdakwah. Hal ini karena pada saat itu anggota Muhammadiyah hanya terdiri dari para pendatang.

Hal ini karena agama di Tana Toraja mayoritas adalah Kristen dan agama tradisional (Aluk Todolo), sedang Islam adalah agama minoritas. Bahkan, dakwah Muhammadiyah tidak terbatas pada agama, namun juga menularkan semangat merdeka dari penjajah.

Peran Organisasi Muhammadiyah Bagi Masyarakat Tana Toraja

Tidak jauh berbeda seperti sekarang, peran Muhammadiyah bagi masyarakat Tana Toraja yang paling terasa adalah di bidang pendidikan. Namun, pada zaman dahulu perannya sangat terasa karena akses pada pendidikan sangat terbatas, terutama bagi kelas bawah.

Baca Juga:  5 Fakta Menarik Tana Toraja dan Sederet Keunikan Budayanya

Hal ini terlihat dari madrasah yang dibangun oleh organisasi Muhammadiyah di Rantepao pada tahun 1936. Tepat satu tahun setelahnya, sekolah tersebut pun dipindahkan ke Kecamatan Makale satu tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1937 silam.

Selain bidang pendidikan, Muhammadiyah juga melakukan pembinaan dalam sektor keagamaan dengan pengajian rutin untuk pada siswa. Para siswa pun mulai belajar  untuk berpikir secara kritis dan menyadari soal betapa pentingnya punya semangat kemerdekaan.

Kehadiran sekolah buatan Muhammadiyah ini terasa seperti angin segar bagi orang Tana Toraja. Terutama bagi mereka yang sudah tidak tahan menuntut ilmu di sekolah buatan Belanda. Terlebih, ketika sekolah Belanda ini ditutup permanen pasca Jepang datang.

Sampai sekarang, peran Muhammadiyah di bidang pendidikan masih sangat terasa, bahkan bukan hanya untuk masyarakat muslim saja. Mereka yang beragama Kristen dan Aluk Todolo pun bisa ikut menuntut ilmu di sekolah buatan ormas Muhammadiyah. 

Kehadiran sekolah buatan Muhammadiyah sempat mengalami banyak kendala, mulai dari karena perjuangan mempertahankan kemerdekaan hingga ada konflik agama. Setidaknya, ada 15 TK dan PAUD, 2 SMP, 1 MA, 1 SMK, dan 1 pesantren yang masih ada di Tana Toraja. 

Jadi, peran Muhammadiyah di Tana Toraja memang cukup signifikan, terutama dalam menciptakan generasi muda yang lebih pandai. Bahkan, ada banyak alumni yang sukses dan terkenal, seperti Profesor  Doktor Badrun Sakariah dan Profesor Nur Nasry Noor.