Inilah kisah Masjid Fatimah Umar di Makassar kini tengah ramai bahkan viral di media sosial. Bukan tanpa alasan, masjid yang berlokasi di BTN Makkiobaji, Kelurahan Bangkala, Kecamatan Manggala, Kota Makassar, Sulawesi Selatan menjadi sorotan publik karena hendak dijual oleh pemilik lahannya.
Imam Masjid Fatimah Umar, Ismail Kappaja, membenarkan bahwa tanah tempat berdirinya masjid tersebut bukanlah tanah wakaf atau hibah, melainkan milik pribadi seorang wanita bernama Hilda Rahman.
“Benar, tanah itu mau dijual oleh pemiliknya. Ada dua lahan, satu lahan kosong di belakang dan satu lagi lahan masjid. Bukan wakaf, bukan hibah,” ujar Ismail Kappaja, Imam Masjid Fatimah Umar.
Masjid Fatimah Umar awalnya pembangunan sebagai musala oleh Hilda Rahman pada akhir tahun 1990-an. Pembangunannya tidak selesai, sehingga warga setempat bergotong-royong menggalang dana untuk melanjutkan pembangunan musala tersebut hingga menjadi masjid seperti sekarang.
“Pada mulanya memang hanya sebagai mushola untuk keluarga, namun tidak sampai selesai. Warga akhirnya menggalang dana sampai selesai,” terang Ismail.
Beberapa tahun kemudian, Hilda Rahman kembali melihat lahan miliknya tersebut. Ismail menjelaskan bahwa selama ini Hilda tidak mengetahui bahwa lahannya telah ada bangunan menjadi masjid.
Melihat hal tersebut, Hilda awalnya berencana untuk membangun rumah tahfiz di lahan belakang masjid. Namun, rencana tersebut tiba-tiba berubah, dan Hilda memutuskan untuk menjual lahannya, yang kemudian memicu kehebohan.
“Rencananya memang mau renovasi sebagai rumah Quran, sehingga lahan bagian belakang diusahakan untuk menimbunnya. Tapi setelah ada timbunan, tiba-tiba berubah mau dijual,” ungkap Ismail.
Inilah Alasan Pemilik Lahan Jual Masjid Fatimah Umar di Makassar
Masjid Fatimah Umar yang berlokasi di BTN Makkiobaji, Kelurahan Bangkala, Kecamatan Manggala, Kota Makassar, menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat. Penyebabnya, sang pemilik lahan, Hilda Rahman, memutuskan untuk menjual tanah tersebut, termasuk lahan tempat berdirinya masjid.
Panitia masjid tidak tinggal diam dan berinisiatif untuk membeli lahan tersebut seharga Rp2,5 miliar. Namun, upaya ini menemui hambatan ketika Hilda Rahman mengajukan syarat agar nama Masjid Fatimah Umar tetap bertahan.
“Ada yang akan membeli dan kami sudah siap dengan pembentukan panitia. Harganya Rp2,5 miliar. Tapi saat kita bertemu dengan ibu Hilda, dia minta agar nama masjidnya jangan ada pergantian. Karena itu, orang yang mau beli jadi tidak berminat lagi. Padahal jika sudah milik pembeli yang sah, terserah yang punya,” ungkap Ismail Kappaja.
Tidak berhenti di situ, Hilda Rahman terus berusaha menjual lahan masjid tersebut hingga ia memasang spanduk besar bertuliskan “dijual” agar menarik perhatian calon pembeli.
Tindakan ini menuai protes dari warga setempat yang sempat mencopot spanduk tersebut. Merasa tidak terima, Hilda menggembok masjid itu sebagai bentuk protes.
Setelah mediasi oleh pihak kepolisian, akhirnya tercapai kesepakatan antara warga dan Hilda. Spanduk “dijual” boleh ada pemasangan asalkan masjid tidak digembok lagi.
Menurut Ismail, keputusan Hilda untuk menjual lahan masjid tersebut didorong oleh kebutuhan dana untuk pembangunan pesantren di Jakarta.
“Ibu Hilda sekarang tinggal di Jakarta. Informasinya, dia butuh dana untuk pembebasan lahan jalan masuk ke pesantrennya di sana,” tutup Ismail.
Hilda Rahman Buka Suara Tentang Penjualan Masjid
Hilda Rahman akhirnya memberikan klarifikasi terkait keputusannya untuk menjual lahan yang kini telah berdiri Masjid Fatimah Umar.
Ia menegaskan bahwa kedua lahan tersebut, baik lahan masjid maupun lahan kosong di belakangnya, adalah miliknya pribadi.
“Benar, kedua lahan itu milik saya. Lahan masjid dan lahan kosong di belakangnya. Itu lahan saya, bukan warisan atau pemberian orang tua,” ungkap Hilda.
Saat ditanya alasan di balik keputusan untuk menjual lahan tersebut, Hilda memilih untuk tidak memberikan penjelasan rinci. Menurutnya, keputusan itu merupakan hak pribadinya.
Hilda juga membantah berbagai spekulasi yang beredar mengenai harga jual lahan tersebut. Ia menegaskan bahwa lahan tersebut dijual seharga Rp2,5 miliar, bukan Rp3,5 miliar atau Rp4,5 miliar seperti yang ramai dibicarakan.
“Harga yang beredar itu salah. Lahan tersebut dijual seharga Rp2,5 miliar, dan kedua lahan itu sudah bersertifikat,” jelas Hilda.
Penjelasan Hilda Rahman ini diharapkan dapat memberikan kejelasan dan menghentikan berbagai spekulasi yang beredar di masyarakat mengenai penjualan lahan Masjid Fatimah Umar di Makassar.