Ahli waris segel SD Pajjaiang Makassar, Sulawesi Selatan yang mengklaim kepemilikan lahan sebanyak tiga kali ini. Mereka menegaskan bahwa hingga saat ini belum ada kejelasan mengenai status tanah tersebut.
Firman, salah satu ahli waris, menjelaskan bahwa lahan tersebut milik almarhum kakeknya, Badjidah bin Koi, dan tidak pernah memberi wakaf ke Pemkot Makassar. Firman menambahkan bahwa mereka sebanyak sepuluh ahli waris, telah memenangkan gugatan di pengadilan. Namun, kasus ini masih berlanjut di Mahkamah Agung.
“Kalau memang itu wakaf, mana buktinya? Pemerintah hanya memiliki hak pakai untuk pembangunan sekolah ini, bukan hak milik. Ini yang menjadi pertanyaan besar, kenapa proses peninjauan kembali (PK) bisa berlangsung bertahun-tahun, sementara setahu kami PK maksimal hanya 3 bulan. Ini sudah lebih dari 5 tahun dan masih belum selesai,” kata Firman, Selasa (16/7/2024).
Sudah Tiga Kali Ahli Waris Segel SD Pajjaiang Makassar
Firman mengungkapkan bahwa pihaknya telah tiga kali melakukan penyegelan terhadap sekolah tersebut. Tindakan ini terus berjalan dengan tujuan agar Pemkot Makassar turun langsung untuk meninjau situasi yang ada.
“Kami ingin tahu alibi pemerintah, mengapa sampai saat ini masalah ini tidak selesai. Penyegelan sudah kami lakukan tiga kali karena sudah menang di pengadilan hingga MA, tetapi masih ada upaya PK. Kami menyegel sekolah ini agar pemerintah turun langsung ke lapangan. Inilah alasan kami mengambil tindakan tersebut,” jelasnya.
Lahan SD Pajjaiang Makassar Tidak Pernah Berstatus Wakaf
Said, anak keenam dari Badjidah, ahli waris lainnya, mengungkapkan bahwa lahan seluas 8.100 meter persegi tersebut tidak pernah ada kata wakaf, melainkan hanya status pinjaman kepada pemerintah.
Said menjelaskan bahwa pada tahun 1975, orang tuanya meminjamkan lahan itu karena pada masa itu, melawan pemerintah dianggap sebagai tindakan yang berbahaya dan bisa dikaitkan dengan PKI.
“Lahannya sekitar 81 are dan sudah dibangun sejak tahun 1975. Dulu, orang tua saya meminjamkan lahan ini kepada pemerintah karena mereka takut dianggap PKI jika melawan. Pemerintah juga berjanji bahwa lahan ini akan digunakan untuk sekolah yang akan dimanfaatkan oleh anak dan cucu kami. Jadi, statusnya adalah hak pakai, bukan wakaf,” jelas Said.
Said juga mempertanyakan klaim Pemkot Makassar yang menyebut lahan tersebut diwakafkan.
“Jika pemerintah mengatamkan ini tanah wakaf, ada bukti? Sementara kami memiliki bukti rinci kepemilikan lahan ini,” tambahnya.
Muhyiddin mengakui bahwa warga yang mengklaim sebagai ahli waris memang telah memenangkan gugatan hingga tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA). Namun, Pemkot Makassar saat ini masih berupaya hukum lebih lanjut dengan mengajukan peninjauan kembali (PK).
“Anggapan kami mengenai masalah ini belum mempunyai kekuatan hukum secara tetap. Sebab putusan PK tahap pengajuan pemerintah juga belum keluar. Maka dari itu, saya sebagai Kepala Dinas Pendidikan masih tetap bertahan bahkan lahan ini masih sah jadi aset kami,” terangnya.
Jika memang lahan seluas sekitar 8 hektar ini milik ahli waris dan sudah ada penggugatan ke pemerintah, kenapa tidak menelusuri asal-usul tanah yang sesungguhnya di kelurahan yang mencatat. Jika memang belum ada, pihak badan pertanahan nasional bisa menjadi solusi, bukan sekedar pengadilan saja.
Apalagi perangkat pemerintahan juga sudah paham bagaimana prosedurnya, jika memang benar atau salah, lakukan saja sesuai realita jangan berbelit. Sebab ahli waris segel SD Pajjaiang Makassar juga sebenarnya tidak menginginkan jika semuanya terbuka, bukan hanya omon-omon belaka.